Ramadhan
tahun ini terasa begitu berkesan, balitaku dan kakaknya yang baru lulus Taman
Kanak-kanak sedang belajar berpuasa. Kami banyak menghabiskan waktu bersama di
rumah, bermain, belajar, sholat berjamaah hingga tadarus bersama. Rasanya lebih
tenang.
Bahkan saat
libur kerja, suami memilih berkumpul bersama Fayruz dan Fadhil, kedua anak kami
di kamar depan rumah kami. Ruangan yang selalu menjadi pilihan khususnya di
siang yang terik. Maklum hanya di ruangan itu yang dilengkapi pendingin ruangan
(AC). Ada saja yang mereka kerjakan bersama sang ayah.
Awalnya
terdengar suara lantang anak-anak sedang membacakan surat pendek Al Qur’an juz
30. Rupanya anak-anak sedang menyetorkan hafalannya. Sesekali terdengar suara
gelak tawa mereka, sebelum kemudian hening. Diam-diam saya mengintip ke dalam
ruangan bersuhu 21 derajat celsius, tempat di mana mereka berada. Aha...
ketiganya tertidur, mungkin karena kelelahan setelah bermain.
Kini saatnya
ke dapur, tempat terpenting di dalam rumah kami. Di sanalah saya mengolah sayur dan lauk
menjadi santapan berbuka yang nikmat dan bergizi. Kalau sudah begini, kenapa
lagi harus jajan di luar? Jadi bisa lebih hemat, kan? Terus sisa uang belaja
bisa dikumpulkan untuk beli rumah baru hehehe...
Memang sih, keluarga
kecil saya masih menumpang tinggal bersama di rumah ibu. Setidaknya saya tak
perlu repot membayar sewa kontrakan rumah, seperti teman-teman lainya yang belum
memiliki rumah sendiri. Meski begitu, bukan berarti saya tak punya rumah.
Setelah menikah, suami membeli sebuah rumah sederhana di kompleks perumahan di
kota Samarinda melalui kredit bank.
Namun ibu
berkeras agar saya tetap tinggal bersama ibu, apalagi setelah adik bungsu saya
meninggal dunia di usia muda karena kanker otak. Akhirnya rumah pertama kami
pun di kontrakkan. Sedangkan kakak perempuan saya memilih tinggal bersama
suaminya di rumah mereka di Madiun. Hanya beberapa tahun sekali mereka bisa
mengunjungi ibu.
Untungnya
suami saya tak menolak saat saya memintanya untuk tinggal bersama di rumah ibu.
Saya bahagia masih berkesempatan merawat ibu di usia tuanya. Di rumah yang
terbuat dari kayu hutan tropis Kalimantan ini kami mengisi Ramadhan dengan
penuh suka cita.
Ibu lebih
banyak menghabiskan waktu di kamarnya yang berdekatan dengan dapur. Anak-anak sering
kali menemani sang nenek di kamar sambil mengangkut semua mainan. Kalau sudah
begini, saya jadi lebih leluasa menulis, salah satu hobi yang saya tekuni. Berada
di depan laptop barjam-jam menjadi hal yang begitu menyenangkan. Tu, kan, jadi
tambah malas ke luar rumah.
Satu lagi
yang saya lakukan untuk mengisi kegiatan Ramadhan di rumah, yaitu mengajar les
membaca untuk anak usia sekolah dasar yang belum bisa membaca dengan lancar. Banyak
juga anak-anak lulusan TK yang akan masuk SD yang ikut belajar di rumah saya. Dengan
jadwal belajar seminggu hanya dua kali, dan lama belajar hanya satu jam saja di
setiap pertemuannya. Kedua anak saya pun bisa membaca karena ikut les membaca
di rumah.
Anak-anak yang belajar membaca di rumah |
Anak-anak
yang menjadi murid saya dengan setia menunggu saya di teras depan. Setelah
semua berkumpul, saya mengajak mereka ke ruang kecil di lantai dua rumah kami, tepatnya di dekat tempat jemuran. Bekerja
dari rumah sungguh menyenangkan, tak perlu repot keluar rumah untuk ngantor. Oiya,
satu lagi, pernah suatu hari saat pelajaran berjalan tiba-tiba terdengar rintik
hujan. Saya masih bisa mengangkat jemuran pakaian di saat sedang mengajar. Ya,
tentu saya harus minta izin mereka dulu lah. Hehehe... jadi ingin senyum kalau
ingat pengalaman ini.
Bagi saya, rumah
tidak hanya menjadi tempat bernaung semata, tetapi juga tempat beribadah dan
berbagi ilmu dengan sesama. Saya merekan semua kegiatan di rumah dan
menuangkannya menjadi tulisan, kemudian mengirimkannya ke media. Satu lagi
pengalaman berkesan selama Ramadhan tahun ini adalah saya berhasil memenangkan
kuis menulis dan lomba berbagi resep masakan yang diselenggarakan produk
tertentu melalui facebook dan twitter.
Menulis dari rumah |
Meski berada
di rumah, kita masih bisa berkarya, lo. Dari rumah yang sederhana sekalipun,
kita bisa melakukan banyak hal bermanfaat. Tidak hanya bermanfaat bagi sesama
anggota keluarga saja, tetapi juga bagi orang lain di luar rumah, nun jauh di sana.
Rasanya tak berlebihan bila saya meminjam istilah Baiti jannati, bagiku
rumahku adalah surgaku.
Dan di rumah lah, saya meniti semua karir mulia itu. []
Tulisan ini diikutserkan dalam Lomba Blog 'Ramadhan di Rumah'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar